Kala orang masih terlelap di bawah alam sadar, sang
fajar pun masih terlihat malu untuk menampakkan sinarnya akan tetapi seorang
kakek sudah terlihat siap berangkat dengan memanggul karung dan berkeliling ke tempat-tempat
yang menurut sebagian orang adalah tempat menjijikkan namun berbeda dengan
pendapat kakek paruh baya tersebut sebab dari tempat itulah ia mampu membelikan
makanan untuk keluarganya, ya tempat sampah adalah tempat di mana sang kakek
selalu menyinggahkan kaki, dengan kecepatan tangannya untuk mengambil
barang-barang bekas yang masih laku untuk dijual kembali.
Tampak
garis-garis kasar di muka dan bagian tubuh lainnya, tampak juga sayu matanya
yang memerah karena sering berada di bawah sengatan sinar matahari, tubuhnya
kurus bagai satu potong sapu lidi. Terlihat lelah di wajahnya, namun tidak sedikitpun ia mengeluh karena
kehidupan yang ia jalani.
Langkahnya
yang terseok-seok menelusuri jalanan panjang Kota Cirebon yaitu kota kecil
namun sangat kental akankekeluargaan dan
keberagaman budaya serta adat istiadatnya. Sang kakek selalu melalui jalanan
panjang tersebut hanya dengan sandal butut, sandal itu bagai warna pelangi
karena bagian kanan berwarna merah dan bagian kiri berwarna kuning. Baju yang ia
kenakan tidak terlihat sedikitpun adanya kemewahan di hidupnya. Ia sangat
bersahabat dengan debu jalanan dan aroma tidak sedap yang berasal dari tempat
di mana ia mencari sesuatu yang ingin ia temukan.
***
Sang
surya kini tampak berada tepat di atas kepala. Ia berlalu untuk mencari tempat
teduh untuk hanya sekedar merebahkan tubuh kurusnya dan satu karung yang belum
terisi penuh dan ia mendapatkan tempat itu, pohon besar yang sangat lebat
daunnya. Ia terduduk dengan lamunannya, tanpa ia sadari dibalik pohon itu
terdapat anak kecil berusia sekitar 8 tahun yang masih lugu dan polos sedang memainkan
bolanya.
“Kakek
sedang apa disini?”, sahut Ryan.
Sambil
mencari sumber suara, sang kakek menoleh ke balik pohon yang ia duduki saat itu.
“Eh
nak, ini kakek sedang istirahat. Mana teman-teman kamu nak, kok sendirian?”,
balas kakek dengan senyum manis dibibirnya.
“Aku
ditinggal sama teman-teman aku kek, mereka sudah pergi ke lapang bola desa
sebelah”, jawab Ryan dengan muka musam.
“Kemari
nak sini duduk di samping kakek”, ujar kakek.
Ryan pun bangun dari tempat duduknya, dan berjalan
mendekati sang kakek. Keduanya terdiam beberapa saat, namun sang kakek terlihat
memperhatikan wajah anak polos tersebut.
“Kek,
kakek itu di karung apa kek? Itu sandal kakek kenapa kok di peganging terus?”,
tanya Ryan.
Beberapa
saat sang kakek hanya terdiam memandangi laki-laki kecil itu, dan ternyata
melihat laki-laki kecil itu. Ternyata sang kakek teringan akan almarhum anaknya
yang saat meninggal usia anaknya dengan laki-laki kecil itu sama. Hingga
akhirnya sang kakek mencoba memulihkan kembali fikirannya.
“Ini
hasil kerja kakek nak. Sandal ini ya, barusan saat berjalan kemari sandal kakek
putus jadi kakek coba buat memperbaikinya nak”, jawab kakek dengan sandal di
tangannya.
Terlihat
raut muka bingung yang Ryan tampakkan saat itu, di dalam hatinya (Itu sandal
sudah jelek, sudah tak layak untuk dipakai. Kenapa kakek masih mau memperbaiki sandal itu, lagipula
ukuran sandal itu tak sama warnanya pun berbeda. Kenapa kakek gak membeli yang
baru saja, di toko pasti banyak sandal yang lebih bagus dari itu). Hingga Ryan
memberanikan diri untuk menanyakan hal tersebut.
“Kek,
sandal kakek kan udah putus kenapa kakek gak beli yang baru saja? Walaupun
sandal aku belum putus terkadang aku suka minta sama mamah buat beli sandal
yang model terbaru kek, di rumah aku punya banyak sandal loh kek ada yang
bergambang angry beards, ada yang bergambar upin-ipin, ada yang bergambar
doraemon, ada yang bergambar naruto. Pokoknya masih banyak kek”, dengan polos
Ryan menyebutkan berbagai koleksi gambar sandalnya.
Sang
kakek tidak langsung menjawab, sesekali ia mengelus kepala Ryan dengan senyum
khasnya.
“Nak
jangankan untuk membeli sandal baru, untuk makanpun kadang kakek harus
berhutang di warung. Kakek dengan mamahmu berbeda nak. Mamahmu bisa
membelikanmu banyak sandal karena pasti papahmu orang pintar jadi papah
kerjanya enak di kantor juga bersih, beda dengan kakek kerjaan kakek di tempat
sampah mencari barang bekas dan kotor”, kakek menjawab dengan muka penuh
ketulusan.
“Oh
begitu ya kek, jadi kita harus pintar dulu ya kek biar kita bisa membeli banyak
sandal”, jawab Ryan polos.
Sang
kakek hanya tertawa kecil, ia paham sepanjang apapun ia menjelaskan pasti anak
sekecil itu tidak akan mengerti apa yang ia maksud.
“Iya
nak, kamu harus jadi orang pintar kamu juga gak boleh bandel ya sama mamah dan
papah kamu. Mereka pasti sayang banget sama kamu jadi kamu dibelikan banyak
sandal”, jawab kakek.
“Iya
ya kek, aku juga sayang sama mamah dan papah kek. Aku janji kek bakalan jadi
orang pintar. Biar nanti bisa membelikan sandal bagus buat mamah dan papah”,
timpal Ryan.
Sang
kakek hanya tersenyum melihat kepolosan anak 8 tahun yang masih terlihat sangat
lugu. Waktu terus berputar, kemudian kakek merasa obrolan mereka sudah terlalu
lama akhirnya mereka saling berpamitan satu dengan yang lain, karena kakek
harus melanjutkan untuk mencari barang bekas. Begitupun dengan Ryan, ia yang
kali pertama jumpa dengan sang kakek dengan muka yang masam, kini ia pulang dengan
wajah bahagia sebab Ryan telah mendapatkan nasehat agar ia harus Sekolah yang
benar dan belajar yang rajin agar menjadi orang yang pintar.
*Penulis
adalah Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Unswagati
Cirebon
Ersanti
Ersanti
Semester
3, Kelas 2 G
1xbet korean - Legalbet
BalasHapus1xbet korean. 1xbet. 1xbet 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. worrione 1xbet. 1xbet. 1xbet. septcasino 1xbet.