Sabtu, 16 Januari 2016

Kakek dan Sandal Butut

        Kala orang masih terlelap di bawah alam sadar, sang fajar pun masih terlihat malu untuk menampakkan sinarnya akan tetapi seorang kakek sudah terlihat siap berangkat dengan memanggul karung dan berkeliling ke tempat-tempat yang menurut sebagian orang adalah tempat menjijikkan namun berbeda dengan pendapat kakek paruh baya tersebut sebab dari tempat itulah ia mampu membelikan makanan untuk keluarganya, ya tempat sampah adalah tempat di mana sang kakek selalu menyinggahkan kaki, dengan kecepatan tangannya untuk mengambil barang-barang bekas yang masih laku untuk dijual kembali.
            Tampak garis-garis kasar di muka dan bagian tubuh lainnya, tampak juga sayu matanya yang memerah karena sering berada di bawah sengatan sinar matahari, tubuhnya kurus bagai satu potong sapu lidi. Terlihat lelah di wajahnya,  namun tidak sedikitpun ia mengeluh karena kehidupan yang ia jalani.
            Langkahnya yang terseok-seok menelusuri jalanan panjang Kota Cirebon yaitu kota kecil namun sangat kental akankekeluargaan dan  keberagaman budaya serta adat istiadatnya. Sang kakek selalu melalui jalanan panjang tersebut hanya dengan sandal butut, sandal itu bagai warna pelangi karena bagian kanan berwarna merah dan bagian kiri berwarna kuning. Baju yang ia kenakan tidak terlihat sedikitpun adanya kemewahan di hidupnya. Ia sangat bersahabat dengan debu jalanan dan aroma tidak sedap yang berasal dari tempat di mana ia mencari sesuatu yang ingin ia temukan.
***
            Sang surya kini tampak berada tepat di atas kepala. Ia berlalu untuk mencari tempat teduh untuk hanya sekedar merebahkan tubuh kurusnya dan satu karung yang belum terisi penuh dan ia mendapatkan tempat itu, pohon besar yang sangat lebat daunnya. Ia terduduk dengan lamunannya, tanpa ia sadari dibalik pohon itu terdapat anak kecil berusia sekitar 8 tahun yang masih lugu dan polos sedang memainkan bolanya.
            “Kakek sedang apa disini?”, sahut Ryan.
            Sambil mencari sumber suara, sang kakek menoleh ke balik pohon yang ia duduki saat itu.
            “Eh nak, ini kakek sedang istirahat. Mana teman-teman kamu nak, kok sendirian?”, balas kakek dengan senyum manis dibibirnya.
            “Aku ditinggal sama teman-teman aku kek, mereka sudah pergi ke lapang bola desa sebelah”, jawab Ryan dengan muka musam.
            “Kemari nak sini duduk di samping kakek”, ujar kakek.
Ryan pun bangun dari tempat duduknya, dan berjalan mendekati sang kakek. Keduanya terdiam beberapa saat, namun sang kakek terlihat memperhatikan wajah anak polos tersebut.
            “Kek, kakek itu di karung apa kek? Itu sandal kakek kenapa kok di peganging terus?”, tanya Ryan.
            Beberapa saat sang kakek hanya terdiam memandangi laki-laki kecil itu, dan ternyata melihat laki-laki kecil itu. Ternyata sang kakek teringan akan almarhum anaknya yang saat meninggal usia anaknya dengan laki-laki kecil itu sama. Hingga akhirnya sang kakek mencoba memulihkan kembali fikirannya.
            “Ini hasil kerja kakek nak. Sandal ini ya, barusan saat berjalan kemari sandal kakek putus jadi kakek coba buat memperbaikinya nak”, jawab kakek dengan sandal di tangannya.
            Terlihat raut muka bingung yang Ryan tampakkan saat itu, di dalam hatinya (Itu sandal sudah jelek, sudah tak layak untuk dipakai. Kenapa kakek  masih mau memperbaiki sandal itu, lagipula ukuran sandal itu tak sama warnanya pun berbeda. Kenapa kakek gak membeli yang baru saja, di toko pasti banyak sandal yang lebih bagus dari itu). Hingga Ryan memberanikan diri untuk menanyakan hal tersebut.
            “Kek, sandal kakek kan udah putus kenapa kakek gak beli yang baru saja? Walaupun sandal aku belum putus terkadang aku suka minta sama mamah buat beli sandal yang model terbaru kek, di rumah aku punya banyak sandal loh kek ada yang bergambang angry beards, ada yang bergambar upin-ipin, ada yang bergambar doraemon, ada yang bergambar naruto. Pokoknya masih banyak kek”, dengan polos Ryan menyebutkan berbagai koleksi gambar sandalnya.
            Sang kakek tidak langsung menjawab, sesekali ia mengelus kepala Ryan dengan senyum khasnya.
            “Nak jangankan untuk membeli sandal baru, untuk makanpun kadang kakek harus berhutang di warung. Kakek dengan mamahmu berbeda nak. Mamahmu bisa membelikanmu banyak sandal karena pasti papahmu orang pintar jadi papah kerjanya enak di kantor juga bersih, beda dengan kakek kerjaan kakek di tempat sampah mencari barang bekas dan kotor”, kakek menjawab dengan muka penuh ketulusan.
            “Oh begitu ya kek, jadi kita harus pintar dulu ya kek biar kita bisa membeli banyak sandal”, jawab Ryan polos.
            Sang kakek hanya tertawa kecil, ia paham sepanjang apapun ia menjelaskan pasti anak sekecil itu tidak akan mengerti apa yang ia maksud.
            “Iya nak, kamu harus jadi orang pintar kamu juga gak boleh bandel ya sama mamah dan papah kamu. Mereka pasti sayang banget sama kamu jadi kamu dibelikan banyak sandal”, jawab kakek.
            “Iya ya kek, aku juga sayang sama mamah dan papah kek. Aku janji kek bakalan jadi orang pintar. Biar nanti bisa membelikan sandal bagus buat mamah dan papah”, timpal Ryan.
            Sang kakek hanya tersenyum melihat kepolosan anak 8 tahun yang masih terlihat sangat lugu. Waktu terus berputar, kemudian kakek merasa obrolan mereka sudah terlalu lama akhirnya mereka saling berpamitan satu dengan yang lain, karena kakek harus melanjutkan untuk mencari barang bekas. Begitupun dengan Ryan, ia yang kali pertama jumpa dengan sang kakek dengan muka yang masam, kini ia pulang dengan wajah bahagia sebab Ryan telah mendapatkan nasehat agar ia harus Sekolah yang benar dan belajar yang rajin agar menjadi orang yang pintar.

*Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Unswagati Cirebon
Ersanti

Semester 3, Kelas 2 G

1 komentar:

  1. 1xbet korean - Legalbet
    1xbet korean. 1xbet. 1xbet 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. 1xbet. worrione 1xbet. 1xbet. 1xbet. septcasino 1xbet.

    BalasHapus